KREARIFINDO Creative Solution

PhotobucketPhotobucket PhotobucketPhotobucket

Tampilkan postingan dengan label artikel pilihan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel pilihan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Mei 2010

KISAH TELADAN ~ Anak Yang Soleh

Posted by video download On 18.14

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang dapat berdialog dengan Allah SWT. Setiap kali ia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke puncak bukit Tursina dan di atas bukit inilah ia akan bertanya kepada Allah SWT tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya. Konon, Allah SWT akan menjawab pertanyaannya pada waktu itu juga. Inilah kelebihannya yang tidak ada pada Nabi-Nabi lain.

Dikisahkan, karena rasa ingin tahunya, suatu hari Nabi Musa bertanya kepada Allah SWT. "Ya Allah, siapakah gerangan tetanggaku nanti di surga?"

Atas kemurahan-Nya Allah pun menyebutkan nama, desa serta tempat tinggal orang yang ditanyakan Nabi Musa itu. Mendapat jawaban ini, Nabi Musa pun turun dari bukit Tursina lalu berjalan mengikuti petunjuk yang didapatnya. Setelah melakukan perjalanan selama berhari-hari akhirnya sampailah Nabi Musa di sebuah desa kecil yang amat sederhana.

Atas pertolongan beberapa orang penduduk setempat, ia pun berhasil menemukan rumah yang ternyata hanya dihuni oleh seorang anak lelaki remaja. Setelah saling mengucap salam, Nabi Musa dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.

Tapi nampaknya tuan rumah ini tidak melayani Nabi Musa sebagaimana lazimnya seseorang yang sedang menerima tamu. Sebab ia segera meninggalkan Nabi Musa, masuk ke dalam sebuah kamar dan beberapa saat kemudian keluar lagi sambil menggendong seekor babi betina yang besar. Tampak jelas bagaimana ia memperlakukan makhluk itu dengan sangat hati-hati dan penuh rasa kasih sayang. Menyaksikan ini diam-diam Nabi Musa merasa terkejut. "Ya, Allah. Inikah tetanggaku di surga nanti?" tanyanya dalam hati penuh keheranan.

Seolah tak menghiraukan tamunya, sang pemuda pun mulai memandikan dan membersihkan babi betina itu dengan khidmat. Kemudian ia mengeringkan dan menaburkan sedikit wewangian ke tubuh sang babi, memeluk dan menciumnya, lalu menggendongnya kembali ke dalam kamar. Tidak lama kemudian ia keluar lagi dan kali ini menggendong seekor babi jantan yang lebih besar. Babi jantan ini pun dimandikan dan diperlakukan dengan sangat baik persis seperti kejadian sebelumnya, lalu dengan hati-hati digendongnya kembali ke dalam kamar. Setelah itu barulah ia menghampiri dan melayani tamunya tanpa sedikitpun menyadari bahwa yang ada di hadapannya adalah seorang Nabi.

"Wahai orang muda, apa agamamu?" Tanya Nabi Musa.
"Saya beragama Tauhid." Jawab pemuda itu singkat.
"Lalu, mengapa engkau memperlakukan babi sedemikian rupa? Tidakkah engkau mengetahui bahwa agama Tauhid melarangnya?" Tanya Nabi Musa.
"Wahai tuan hamba," kata pemuda itu. "Kedua babi itu sesungguhnya adalah ibu-bapa kandung saya. Karena dosa besar yang mereka lakukan, Allah menghukum mereka dengan menjadikan keduanya babi yang buruk rupa. Tentang dosa mereka terhadap Allah, saya tidak tahu. Sebab itu sepenuhnya adalah urusan mereka dengan Allah. Yang saya ketahui, hal itu tidak sedikitpun merubah kewajiban saya sebagai anak, yakni melaksanakan amal bhakti terhadap kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya setiap hari saya lakukan semua hal baik yang dapat saya lakukan bagi keduanya, seperti di antaranya telah tuan saksikan tadi."

Kemudian ia melanjutkan. "Walau rupa mereka telah berubah menjadi babi, mereka tetap orang tua saya. Karenanya setiap hari saya berdoa kepada Allah agar dosa-dosa mereka diampuni. Saya terus memohon agar Allah mengembalikan wujud mereka kembali sebagai manusia, namun Allah masih belum mengabulkan permohonan saya." Katanya sambil menunduk sedih.

Sahdan, maka saat itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s; "Wahai Musa, inilah orang yang akan bertetangga denganmu nanti di Surga. Bhaktinya sangat tinggi kepada kedua ibu-bapanya. Oleh karena itu Kami naikkan maqamnya sebagai anak soleh di sisi Kami."

Allah juga berfirman: "Oleh karena dia telah berada di maqam anak yang soleh di sisi Kami, maka Kami angkat doanya. Tempat kedua ibu-bapanya yang Kami sediakan di dalam neraka pun telah Kami pindahkan ke dalam surga." (1)

Inilah berkat anak yang soleh. Doa anak yang soleh dapat menebus dosa kedua ibu-bapanya. Memungkinkan kedua orangtuanya "dipindahkan" dari neraka ke surga. Anak yang soleh tidak mencampur-adukkan segala urusan dan kewajiban orangtuanya kepada Allah SWT dengan kewajibannya sendiri selaku anak kepada kedua orang tuanya.

Seburuk apa pun perilaku kedua orang tua kita, sesungguhnya itu bukan urusan kita. Urusan kita adalah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga, membesarkan dan menyayangi kita sejak dilahirkan hingga dewasa.

Sebesar apa pun dosa yang (mungkin) pernah mereka lakukan kepada Allah SWT, itu juga bukan urusan kita. Urusan kita adalah tidak berhenti memohonkan ampun bagi keduanya. Sebab doa anak yang soleh akan menolong kedua orang tuanya mendapatkan tempat yang baik di akhirat. Ingatlah selalu, doa anak-anak soleh adalah sesuatu yang selalu dinantikan oleh setiap orang tua di alam kubur.

Ukuran kasih sayang seorang anak kepada kedua ibu-bapanya tidak dapat digantikan dengan materi dan kebendaan lainnya, akan tetapi dengan perhatian dan doa yang tulus agar kedua ibu-bapanya mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah. Baik semasa hidupnya, apalagi setelah mereka berpulang ke Rakhmatullah.

Janganlah sekalipun kita coba menghakimi mereka (walau di dalam hati) dengan ilmu yang sesungguhnya amat sedikit, sebab perkara penghakiman ini sepenuhnya merupakan urusan Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang.

Allah SWT telah memperingatkan:
(2) "Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semuanya itu akan ditanya."
(QS.Al-Isra[17]: 36)

Oleh karena itu, maka selain untuk selalu diingat dan (tentunya) dilaksanakan oleh diri sendiri, hendaklah perintah Allah SWT berikut ini juga kita ajarkan kepada anak-cucu kita sebagai sebaik-baik ajaran:

(3) "Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(QS. Al Ankabut[29]:8)

(4) "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
(QS.Al-Isra[17]:23)

(5) "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."
(QS.Luqman[31]:14)

(6) "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'matMu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
(QS. Al Ahqaaf[46]:15)

Shadaqa Allah 'Ul Azim

(7) Di mana pun keduanya berada, semoga ibu-bapa kita selalu mendapat tempat yang baik di sisi Allah SWT.

Amin, Ya, Arhamar Rokhimiin.


CATATAN:
(1) Disadur bebas dari Kisah-Kisah Teladan oleh Fajar Ibrahim - HEKSA online.
(2) Berhati-hatilah dalam menentukan apa pun yang kita sendiri tidak memiliki pengetahuan yang cukup atasnya. Sebab setiap detil yang berhubungan dengan itu kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.
(3) Bagi setiap anak, berperilaku santun kepada kedua orang tua adalah wajib hukumnya. Satu-satunya alasan yang memperbolehkan seorang anak untuk tidak mematuhi perintah dari kedua orang tuanya adalah JIKA (itu pun JIKA) ia diminta untuk menyekutukan Allah SWT (dan hal-hal yang bersifat melawan hukum Allah SWT serupa itu). Selebihnya, tidak ada satu alasan pun bagi seorang anak untuk tidak mematuhi perintah kedua orang tuanya. [Tentang ini ada beberapa pengecualian setelah seorang anak (perempuan) menjadi dewasa dan menikah].
(4) Perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapa bukan hanya sebatas berbuat baik, akan tetapi berbuat sebaik-baik perbuatan DAN (bukan TERMASUK) bertutur dengan semulia-mulia ucapan.
(5) Selain perintah agar selalu bersyukur kepada Allah SWT, Allah SWT sendiri memerintahkan kepada setiap anak agar juga selalu bersyukur kepada kedua orang tuanya.
(6) Perhatikanlah doa pendek yang diajarkan langsung oleh Allah SWT kepada setiap anak muslim. Kita adalah bagian dari doa-doa yang secara turun temurun telah dipanjatkan oleh para leluhur untuk orang tua kita, untuk kita sendiri, untuk anak anak kita, serta untuk cucu-cicit kita. Subhanallah!
(7) Lalu, mengapa kita harus menunggu datangnya hari raya Idul Fitri dulu untuk meminta ampun kepada kedua orang tua? Apakah karena kita merasa tidak pernah berbuat sesuatu (dalam sikap, ucapan, dan pikiran) yang sangat mungkin selama ini diam-diam telah melukai perasaan mereka? Atau jika mereka telah lebih dulu berpulang ke Rakhmatullah; apa lagi yang menghalangi kita untuk mulai memohonkan ampun bagi keduanya di setiap doa-doa yang kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Rakhman lagi Maha Rakhim?

Wallahualam bis shawab!



Sabtu, 02 Januari 2010

WORDS OF OUR PROPHET

Posted by video download On 18.47

"When a man loves his brother for sake of Allah, he should tell him that he loves him." ~ Abu Dawud.

"Give gifts to each other, as this will make you love one another." ~ Sahih Muslim.

"Give one another gifts and love one another. Give one another food. This will produce breadth in your daily bread." ~ Al Hafiz ibn al-Dayba al- Shaybani, (Taysir al-'usul ilaJami al-'usul, vol. 16, p. 239)

The Prophet (may Allah bless him and grant him peace) said: “One who is the best of you in good conduct is nearest to me. A believer loves and is loved. There is no good in one who does not love and is not loved.“ ~ Imam Ghazzali (vol. 2 , p. 95)

"Two brother are like two hands one of which clears the dust of the other." ~ Imam Ghazzali (vol.2, p.95)

"Do not be angry with each other and do not envy each other and do not turn away from each other, and be slaves of Allah, brothers." ~ Muwatta (Narrated by Anas ibn Malik)

Allah's Messenger (may Allah bless him and grant him peace) said, "A Muslim is a brother of another Muslim, so he should not oppress him, nor should he hand him over to an oppressor. Whoever fulfilled the needs of his brother, Allah will fulfill his needs; whoever brought his (Muslim) brother out of a discomfort, Allah will bring him out of the discomforts of the Day of Resurrection, and whoever screened a Muslim, Allah will screen him on the Day of Resurrection." (Narrated by Abdullah bin Umar, Vol 3: #622)

The faithful constitute a great spiritual force with the strength their love for one another for Allah’s approval gives them. As revealed in the words of one verse, “But those who were sure that they were going to meet Allah said, ‘How many a small force has triumphed over a much greater one by Allah’s permission! Allah is with the steadfast,” (Surat al-Baqara, 249), even if they are few in number, with the faith in their hearts they acquire great enthusiasm and will with which to overcome terrible difficulties and troubles. They obtain the assistance and support of Allah because of the moral values they display. As Allah has revealed in the verse, “You shall be uppermost if you are believers,” (Surah Al ‘Imran, 139), they constitute such a spiritual force that nobody can turn them against one another, and that nobody can break.

Since they sincerely seek Allah’s approval, they never engage in any confusion, disagreement or dispute among themselves. That is because the word of Allah is one; the verses of the Qur’an are clear. Since all believers abide unconditionally by the Qur’an and always act with a view to gaining as much approval from Allah as possible, a great harmony and order ensues. All matters can be easily resolved within a harmonious order. A powerful solidarity is formed because they behave in the light of the moral values of the Qur’an and the interests of believers, even when they conflict with their own interests, and hold their brothers’ desires above their own.

Since believers intend to be one another’s eternal friends in the Hereafter they are bound to one another with a deep love, respect and loyalty. Therefore, they know no rivalry, disagreement or dispute. Due to their fear of and sincere faith in Allah, no matter what difficulties or troubles they may encounter they never fall into defeatism, moral relativism or lack of will. If there is a flaw in one of them, the others will support him with proper moral values and encourage him towards goodness. Since they constantly command one another to perform what is good and to avoid evil, their faith and strength constantly grow. This spiritual strength possessed by believers, whose objectives, endeavours and prayers are always the same, which stems from faith and love, has been described by Bediuzzaman Said Nursi with the following example: “For just as one of man’s hands cannot compete with the other, neither can one of his eyes criticize the other, nor his tongue object to his ear, nor his heart see his spirit’s faults. Each of his members completes the deficiencies of the others, veils their faults, assists their needs, and helps them out in their duties. Otherwise man’s life would be extinguished, his spirit flee, and his body be dispersed. Similarly, the components of machinery in a factory cannot compete with one another in rivalry, take precedence over each other, or dominate each other. They cannot spy out one another’s faults and criticize each other, destroy the other’s eagerness for work, and cause them to become idle. They rather assist each other’s motions with all their capacity in order to achieve the common goal; they march towards the aim of their creation in true solidarity and unity. Should even the slightest aggression or desire to dominate interfere, it would throw the factory into confusion, causing it to be without product or result. Then the factory’s owner would demolish the factory entirely.” (Bediuzzaman Said Nursi, Risale-i Nur Collection, TheTwenty-First Flash)

This example given by Bediuzzaman is of great importance with regard to being able to comprehend the union and unity stemming from the love among believers. On account of the sincere love and devotion that stem from their faith, in the same way that the machinery in a factory comes together to constitute a great force, so they acquire an unshakable spiritual strength with their mutual love and devotion.

"Your friend is only Allah and His Messenger and those who believe: those who perform prayer and give the alms, and bow." (Surat al Ma’ida, 55)

"Allah loves those who fight in His way in ranks like well-built walls." (Surat as-Saff, 4)


From Yusof Onur for Harun Yahya
For more reading in English, please click here

SAAT ENGKAU MATI

Posted by video download On 14.10

Sesaat setelah rohku berpisah dengan jasad, yakni ketika aku mulai memasuki alam kehidupan yang baru, apakah aku dapat tersenyum menjumpai para malaikat yang memberikan salam dan bertanya padaku:
  1. Wahai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia atau dunia yang meninggalkanmu?
  2. Wahai anak Adam, engkaukah yang merengkuh dunia, atau dunia yang merengkuhmu?
  3. Wahai anak Adam, engkaukah yang mematikan dunia, atau dunia yang mematikanmu?
Ketika jasadku diletakkan menunggu dimandikan, mampukah aku menjawab pertanyaan yang diajukan malaikat kepadaku:
  1. Wahai anak Adam, di manakan tubuhmu yang kuat itu, mengapa kini engkau tidak berdaya?
  2. Wahai anak Adam, di manakah lisanmu yang lantang dulu, mengapa kini engkau terdiam?
  3. Wahai anak Adam, di manakah orang-orang yang dulu mengasihimu, mengapa kini mereka membiarkanmu tergeletak sendirian tanpa daya ?
Sewaktu mayatku dibaringkan diatas kain kafan, siap dibungkus, mampukan aku menuruti apa yang dikatakan malaikat :
  1. Wahai anak Adam, bersiaplah! Engkau akan pergi jauh dari sini tanpa membawa bekal!
  2. Wahai anak Adam, tinggalkan rumahmu dan jangan berharap dapat kembali!
  3. Wahai anak Adam, naikilah tandu itu untuk yang terakhir kalinya!
Tatkala jenazahku dipikul diatas keranda, sanggupkah aku bersikap anggun layaknya seorang raja yang di tandu prajurit, ketika malaikat berseru kepadaku:
  1. Wahai anak Adam, berbahagialah jika engkau termasuk orang-orang yang bertobat
  2. Wahai anak Adam, berbahagialah apabila selama didunia engkau selalu taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya!
  3. Wahai anak Adam, berbahagialah jika yang menjadi teman abadimu di alam kubur nanti adalah ridha Allah, akan tetapi celakalah enagkau apabila teman abadimu adalah murka Allah!
Ketika aku di baringkan untuk dishalati, akankah diriku mampu bersikap manis tatlaka malaikat berbisik ditelingaku:
  1. Wahai anak Adam, semua perbuatan yang telah engkau lakukan akan engkau lihat kembali.
  2. Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam amal soleh, maka bergembiralah.
  3. Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam kemaksiatan menuruti hawa nafsu, maka sambutlah penderitaan pedih sebagai akibat dari keenggananmu menjauhi larangan-Nya!
Sewaktu jasadku berada di tepi kubur siap untuk diturunkan ke liang lahat, akankah lidahku lancar menjawab pertanyaan malaikat yang berbisik:
  1. Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah cacing ini?
  2. Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa untuk menerangi rumah yang gelap ini?
  3. Wahai anak Adam, siapakah yang akan menemanimu di dalam penantian panjang ini?
Tatkala aku sudah diletakkan di liang lahat, masih mampukah aku tersenyum menjawab ucapan selamat datang yang disampaikan bumi kepadaku:
  1. Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau kerap bergelak tawa. Kini setelah berada di perutku apakah engkau masih akan tertawa atau menangis menyesali diri?
  2. Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau kerap bergembira ria, kini setelah berada di perutku apakah kegembiraan itu masuh tersisa atau akan menenggelamkanmu dalam duka nestapa?
  3. Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau pintar bersilat lidah, akankah engkau tetap bernyanyi atau diam seribu bahasa bergelut dengan penyesalan?
Setelah aku sendiri terbujur kaku dihimpit bumi tanpa daya dalam liang lahat, sementara sanak keluargaku beserta teman-teman karibku semua kembali ke rumahnya masing-masing, bagaimanakah kecemasan yang akan menguasai diriku ketika Allah SWT berfirman: “Wahai hamba-Ku, sekarang engkau sudah terasingkan sendirian. Mereka telah pergi meninggalkanmu dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal semasa hidupmu engkau membangkang tidak mentaati-Ku semata-mata untuk kepentingan mereka. Balasan apakah yang telah engkau peroleh dari mereka? Dan tahukah engkau balasan apa yang akan engkau terima dari-Ku?”


Dari Jolok Sancang

Senin, 13 Juli 2009

KETIKA RUH MENINGGALKAN JASAD

Posted by video download On 21.10

Sejak semalam sampai siang ini saya masih merasakan belasungkawa atas berpulangnya ibunda dan mertua tercinta dari dua adik saya ke Rakhmatullah. Sesuatu yang pasti, apalagi mengingat usia beliau yang telah mencapai 86 tahun. Kepulangan yang disaksikan oleh putra-putrinya sebagai sebuah peristiwa yang tenang dan damai.
Innalilahi wa innailaihi rojiun.

Semalam, dalam keheningan di rumah duka saya sempat berbisik-bisik dengan salah seorang abang saya (sekali lagi) perihal kematian. Sesuatu yang oleh kebanyakan orang (mungkin) masih dianggap sebagai sesuatu yang penuh rahasia, padahal sesungguhnya tidak.

Dari pembicaraan ini saya teringat pada kiriman tulisan dari seorang sahabat yang masih saya simpan baik-baik sejak lebih dari 7 tahun lalu. Dan tanpa bermaksud untuk menggurui siapapun - kecuali sekedar berbagi - berikut ini adalah tulisan dimaksud.

Semoga bermanfaat!

Dalam sebuah hadis dari Aisyah r.a, "Aku sedang duduk bersila di dalam rumah saat Rasulullah S.A.W pulang dan masuk ke dalam rumah sambil memberi salam kepadaku. Aku segera bangkit demi menghormati dan memuliakannya sebagaimana kebiasaanku setiap kali baginda masuk ke dalam rumah.

Rasulullah S.A.W berkata, "Tetaplah duduk di sana, tidak usah berdiri, wahai Ummul Mukminin." Lalu baginda menghampiriku sambil meletakkan kepalanya di pangkuanku, kemudian berbaring dan tak lama kemudian tertidur.

Saat baginda tidur, perlahan aku mencabuti uban janggutnya dan berhasil mendapatkan 19 helai rambut yang sudah memutih. Maka terfikir olehku, "Sesungguhnya baginda akan meninggalkan dunia ini sebelum aku dan ada satu kelompok umat yang akan ditinggalkan oleh Nabinya." Maka aku pun menangis sehingga air mataku jatuh menetes di wajah baginda.

Baginda terbangun dari tidurnya seraya bertanya, "Mengapa engkau menangis wahai Ummul Mukminin?" Maka kusampaikan padanya apa yang baru kupikirkan tadi. Mendengar itu Rasulullah S.A.W bertanya, "Tahukah engkau keadaan bagaimanakah yang hebat bagi mayit?" Aku menggeleng dan berkata, "Tunjukkan padaku, wahai Rasulullah!"

Rasulullah S.A.W berkata, "Coba engkau ceritakan." Aku menjawab, "Tidak ada keadaan lebih hebat bagi mayit ketika ia keluar dari rumahnya di mana semua anak-anaknya bersedih hati di belakangnya. Mereka berkata, "Aduhai ayah, aduhai ibu! Sementara mayit Ayah atau Ibunya pun berkata, "Duhai anak-anakku!"

Rasulullah S.A.W berkata lagi: "Itu juga termasuk hebat. Tapi, adakah lagi yang lebih hebat daripada itu?" Aku menjawab, "Tidak ada hal yang lebih hebat daripada mayit ketika ia diletakkan ke dalam liang lahat kemudian di atasnya ditimbuni tanah. Semua kaum kerabat kembali ke kediamannya masing-masing. Begitu pula dengan anak-anak dan para kekasihnya. Semuanya kembali. Mereka menyerahkannya kepada Allah berikut segala amal perbuatannya."

Rasulullah S.A.W bertanya lagi, "Adakah lagi yang lebih hebat daripada itu?" Jawabku, "Hanya Allah dan RasulNya saja yang lebih tahu."

Maka Rasulullah S.A.W, bersabda: "Wahai Aisyah, sesungguhnya sehebat-hebat keadaan mayit ialah ketika orang yang akan memandikan masuk ke rumah untuk memandikannya. Maka keluarlah cincin di masa remaja dari jari-jarinya dan ia melepaskan pakaian pengantin dari badannya. Bagi para pemimpin dan fuqaha juga sama, melepaskan sorban dari kepalanya. Kala itu ruhnya menyeru - ketika ia melihat mayit dalam keadaan telanjang - dengan suara yang dapat didengar oleh seluruh makhluk hidup kecuali jin dan manusia. Berkatalah ruh itu, "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu demi Allah, lepaskanlah pakaianku dengan perlahan-lahan sebab di saat ini aku sedang berisitirahat dari dahsyatnya rasa sakit sakaratul maut." Dan apabila air disiramkan ke tubuhnya maka ia berkata, "Wahai orang yang memandikan ruh Allah, janganlah engkau menyiramkan air dalam keadaan panas dan jangan pula dalam keadaan dingin karena tubuhku baru terbakar oleh lepasnya ruh."

Dan saat mereka memandikan mayit, maka berkata pula ruh itu, "Demi Allah, wahai orang yang memandikan, janganlah engkau gosok tubuhku kuat-kuat sebab sekujur tubuhku penuh luka dari keluarnya ruh."

Bila telah selesai dimandikan dan diletakkan di atas kafan serta tempat kedua telapaknya sudah diikat, maka mayit menyeru, "Wahai orang yang memandikanku, janganlah engkau tutupi wajahku saat mengafani kepalaku agar aku dapat melihat wajah anak-anakku, keluarga, dan semua kerabatku. Ini adalah kali terakhir aku melihat mereka. Pada hari ini aku dipisahkan dari mereka dan aku tidak akan pernah berjumpa lagi dengan mereka hingga hari kiamat."

Ketika mayit dikeluarkan dari rumah, maka ia berseru, "Demi Allah, wahai jemaahku, aku telah meninggalkan isteriku menjadi janda (atau sebaliknya), maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim (atau piatu), janganlah menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari ini aku akan dikeluarkan dari rumahku dan meninggalkan segala yang kucintai dan aku tidak akan kembali untuk selama-lamanya."

Saat mayit diletakkan di dalam keranda, maka ia berkata lagi, "Demi Allah, wahai jemaahku, janganlah kalian bergegas membawaku sehingga aku masih dapat mendengar suara ahliku, anak-anakku dan kaum keluargaku. Sesungguhnya hari ini ialah hari perpisahanku dengan mereka sehingga tiba hari kiamat nanti ...."


* Disadur dari tulisan seorang sahabat di tanah rantau, Fajar Ibrahim.


Entri Populer